Lokasi masjid yang berada persis di pesisir pantai Marunda ini juga menjadi salah satu dari 12 obyek destinasi wisata pesisir di Jakarta Utara. Konon Masjid Al Alam Marunda, dibangun hanya dalam tempo semalam.
Banyak kisah heroik muncul dari masjid ini, antaranya Si Pitung. Kedatangan para peziarah dari berbagai daerah, tidak lepas dari keistimewaan sejarah Masjid Al Alam yang konon dibangun oleh Walisongo.
Menurut kisah, masjid ini dibangun Walisongo saat menempuh perjalanan dari Banten ke Jawa. Karena itu, nama asli masjid ini Al-Auliya atau masjid yang dibangun wali Allah.
Kisah lain disampaikan bahwa pendiri masjid Al Alam adalah Fatahilah dan pasukannya pada tahun 1527 M, setelah mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa. Ada keyakinan di masyarakat Marunda, bahwa Fatahillah membangun Masjid Al-Alam hanya dalam waktu satu hari.
Berangkat dari tempo pembangunan itu, tidak mengherankan bila masjid yang ukurannya mirip musala itu menjadi istimewa bagi masyarakat Marunda khususnya, dan umat Islam umumnya. Terlebih bila mengingat bahwa masjid ini juga sarat nilai sejarah perlawanan terhadap penjajah.
Pada tahuan 1628-1629, saat ribuan prajurit Mataram pimpinan Bahurekso menyerang markas VOC yang kini menjadi gedung museum sejarah Jakarta, para prajurit Islam ini lebih dulu singgah di Marunda untuk mengatur siasat perjuangan.
Lubang kecil berbentuk setengah oval yang terdapat di bagian kiri masjid Al Alam. Diketahui sebagai pengintaian terhadap bala tentara musuh. Banyak tokoh Betawi bersembunyi di masjid ini saat dikejar Balanda. Mereka akan selamat karena menurut cerita, bila bersembunyi di Masjid ini mereka tidak akan kelihatan.
Sementara itu, melihat arsitektur Masjid Al Alam akan mengingatkan pada model Masjid Demak, namun berskala lebih mini ukurannya 10 × 10 m per segi. Atapnya yang berbentuk joglo ditopang empat pilar bulat seperti kaki bidak catur. Mihrab yang pas dengan ukuran badan menjorok
ke dalam tembok, berada di sebelah kiri mimbar. Uniknya masjid ini berplafon setinggi dua meter dari lantai dalam.
Kemudian, di bagian kiri Masjid, dulunya merupakan kolam yang digunakan untuk mencuci kaki sebelum masuk masjid. Ini mengingatkan pada arsitektur Masjid Agung Banten Lama. Bedanya, kolam di Masjid Agung Banten Lama terletak di bagian depan halaman masjid.
Beberapa bagian masjid lainnya masih asli. Antaranya adalah tembok di ruang utama masjid dan hiasan jendela yang terdapat di ruang pengimaman. Bagian dalamnya terbuat dari batu giok.
Tongkat di tempat mimbar yang terukir melingkar seperti ular juga dianggap cukup istimewa dan hanya dikeluarkan setiap hari Jum at untuk kutbah. Tongkat ini kono datang dengan sendirinya.
Saat ini, masjid yang terletak di tepi pantai itu tidak pernah sepi. Selalu diziarahi, terutama setiap malam Jumat kliwon dengan kegiatan rutin berupa istighosah.
Begitu juga sumur tua yang usianya ratusan tahun tersebut berada disamping masjid sampai saat ini air masih tetap mengalir dan tidak kering meski musim kemarau.
Dengan keistimewaan Masjid Al Alam, baik nilai-nilai sejarah perlawanan yang heroik dan karomah para pendirinya, dalam perkembangannya juga membawa manfaat bagi masyarakat sekitar Marunda, baik yang berhubungan dengan nilai-nilai islami maupun rizki.
Dengan ramainya para peziarah, masyarakat bisa mengambil keuntungan dengan menjual makanan di sekitar Masjid Al Alam. Saat Ramadan, akan lebih banyak lagi pengunjung yang datang.
Demikianlah keistimewaan Masjid Al Alam atau Al Auliyah Marunda. Meski dibangun hanya dalam tempo semalam, tapi manfaat masjid yang berdiri sekitara tahun 1640 itu masih terasa hingga ratusan tahun. (sj)
sumber | edan77.blogspot.com | http://metro.news.viva.co.id/news/read/427053-kisah-masjid-al-alam-marunda--dibangun-satu-malam
No comments:
Post a Comment